Skip to main content

Karakteristik Perkawinan yang Berhasil (Bagian 1 dari 3)

Sebelumnya saya telah membahas tentang Keberhasilan Perkawinan dari buku Intimate Relationships, Marriages & Families karangan Mary Kay DeGenova. Masih dari buku yang sama, disebutkan ada 12 karakteristik pernikahan yang berhasil. Karena cukup panjang, maka akan saya bagi dalam 3 bagian. Ini yang pertama ya :) 

12 Karakteristik Pernikahan yang Berhasil: 

1.      Communication(Komunikasi)

Berdasarkan
berbagai penelitian, komunikasi yang baik merupakan salah satu kunci penting
dalam keberhasilan pernikahan. Komunikasi efektif melibatkan kemampuan bertukar ide, fakta, perasaan, sikap,
dan keyakinan sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dan
diinterpretasikan secara akurat oleh penerima, demikian pula sebaliknya.

Namun
demikian, tidak semua komunikasi bermanfaat bagi hubungan. Komunikasi bisa
menjadi produktif maupun destruktif. Mengutarakan kritik dengan cara yang
menyakitkan dapat memperburuk suatu hubungan. Maka itu diperlukan kesopanan,
kebijaksanaan, dan pertimbangan dalam menciptakan komunikasi yang produktif. 

2.      Admiration and Respect (Kekaguman
dan Rasa Hormat)

Salah
satu kebutuhan manusia yang paling penting adalah kebutuhan untuk merasa
diterima dan dihargai. Dua orang yang saling menyukai, yang mengagumi dan
saling mendukung upaya masing-masing, yang bangga dengan prestasi
masing-masing, yang secara terbuka menyampaikan apresiasi satu sama lain, dan
yang membangun harga diri masing-masing mampu memenuhi kebutuhan emosional
mereka dan membangun hubungan yang memuaskan. Saling
menghormati dalam pernikahan meliputi menghargai perbedaan dan menghormati
perbedaan individu sebagai manusia yang penting. 

3.      Companionship (Kebersamaan)

Salah
satu alasan penting untuk menikah adalah kebersamaan. Pasangan yang
pernikahannya berhasil, menghabiskan waktu bersama secara cukup dan secara
berkualitas. Riset membuktikan bahwa pasangan yang saling berbagi minat,
melakukan hal-hal bersama, dan bergaul bersama-sama, dan berada dalam social
group yang sama pula, memperoleh kepuasan lebih dalam hubungan mereka. Namun
demikian, bukan hanya kuantitas saja, naun juga kualitas kebersamaan yang harus
diperhatikan. Kepuasan pernikahan meningkat ketika tingkat komunikasi tinggi
selama menghabiskan waktu luang bersama. Riset menunjukkan bahwa keterlibatan dalam sebuah hubungan –yaitu memberikan
usaha terhadap kelanggengan hubungan itu- sangat penting dalam membina
kepuasan. Wanita cenderung menjaga hubungan dengan cara berpikir dan berbicara,
sedangkan pria cenderung menjaga hubungan dengan cara melakukan aktivitas dan
menghabiskan waktu bersama. 

Banyak
pasangan menjauh hanya karena mereka jarang bertemu satu sama lain. “Kurangnya
waktu bersama bisa jadi musuh paling pervasive
(yang dapat menembus) yang dimiliki oleh keluarga yang sehat.” Interaksi
dalam pernikahan dan kebahagiaan berjalan seiringan. Interaksi dalam jumlah
yang pas berkontribusi terhadap pernikahan yang bahagia, dan pernikahan yang
bahagia cenderung meningkatkan jumlah interaksi. 

Persahabatan,
sama seperti kebersamaan, sangat penting dalam perkawinan. John Gottman telah
mempelajari lebih dari 2000 pasangan dengan cara melakukan wawancara ekstensif
dan merekam video interaksi pasangan. Dalam salah satu studinya, dari 100
pasangan menikah, ia menemukan bahwa bagi wanita, unsur penting dalam
meningkatkan seks, romansa, dan kasih sayang dalam perkawinan adalah dengan
cara meningkatkan rasa persahabatan. Sedangkan bagi pria, kunci meningkatkan seks,
romansa, dan kasih sayang adalah dengan mengurangi konflik, sebab argumen
berarti mengaktivasi respon alami pria “fight
or flight
” dan membuat mereka merasa terancam dan tak bersemangat untuk
seks.  

4.      Spirituality and Values (Spiritual
dan Nilai-Nilai)

Faktor
lain yang berkontribusi pada kesuksesan perkawinan adalah kesatuan
spiritualitas dan nilai-nilai bersama. Pasangan yang berhasil saling berbagi kegiatan spiritualitas; memiliki tingkat
orientasi keyakinan yang tinggi, dan nilai-nilai yang termanifestasi dalam
perilaku religius.

Pasangan
yang taat beragama menunjukkan bahwa agama mereka memberikan kontribusi untuk
pernikahan mereka dalam beberapa cara, seperti dukungan sosial, emosional, dan
spiritual dari keyakinan mereka. Banyak pasangan menikah beralih ke iman mereka
untuk bimbingan moral dalam membuat keputusan dan menangani konflik.

Bersambung

Popular posts from this blog

What I Learned from Timothy Tiah - Founder of Nuffnang

Last Sunday when I entered VIP room at JWEF , I was introduced to this guy with his mini version boy on his lap, and his pretty wife with white top and red skirt. We had chit chat and he told me he’d be in Jakarta this Tuesday, and I told him that we’d have 57th #Startuplokal Monthly Meetup on Tuesday night.  To be really honest, only a very few did I know about him until he shared his amazing story on JWEF stage a few minutes later, and get inspired that I took note and now share this with you all.  Timothy Tiah founded Nuffnang with Cheo Ming Shen at 2006 when he was 22 years old, with 150k RM startup capital, partly borrowed from his father. He simply founded it because there’s nobody built it before, while the demand was actually there. The site was launched in February 2007. Sales ≠ cashflow On earlier years, although Nuffnang sales highrocketed, the cashflow was poor. At one point he only has 5k left in bank, while there were invoices need to be paid out urgently. He came to Hon...

Saya Nuniek Tirta, bukan ((hanya)) seorang Istri Direktur

Catatan penting: untuk mencapai pemahaman penuh, mohon klik dan baca setiap tautan.  Awalnya adalah pertanyaan . Membuahkan suatu jawaban .  Diposting di akun pribadi, seperti yang biasa saya lakukan sejak hampir 15 tahun lalu , bahkan sebelum Mark Zuckerberg membuat Facebook.  Jawaban yang juga autopost ke facebook itu menjadi viral, ketika direshare oleh lebih dari 20ribu orang, dengan emoticon lebih dari 38ribu, dan mengundang 700++ komentar. Kemudian menjalar liar, ketika portal-portal media online mengcopas ditambah clickbaits.  Tidak ada media yang mewawancara saya terlebih dahulu ke saya kecuali satu media yang menghasilkan tulisan berkelas dengan data komprehensif ini .   Well, ada juga yang sempat email ke saya untuk meminta wawancara, tapi belum sempat saya jawab, sudah menurunkan berita duluan selang sejam setelah saya posting foto di bustrans Jakarta .  Selebihnya... Tidak ada yang konfirmasi terlebih d...

Staycation, Wedding Edition

A simple staycation turns magical; with seaside noodles, wedding joy, hotel robots, and small surprises that quietly reset the soul.

What's the point of wealth?

At Permata Wealth Wisdom, lessons on economy and neurology collide; revealing that true resilience begins with a connected, healthy mind.

A Series of Plot Twists

A day full of unexpected turns becomes a reminder to embrace life’s plot twists with humor, grace, and gratitude; because detours make the best stories.

The Waiting Room of Life

There are few things in life that test our character more than waiting. Not the kind of waiting where you’re stuck in traffic with your favorite playlist on, but the heavy kind; waiting without certainty. The waiting that weighs on you because you don’t know if it will end tomorrow, next month, or next year. I’ve been thinking a lot about this today because something big just wrapped up. A long-awaited promise was finally fulfilled. And in the process, I witnessed firsthand how differently people behave when placed in the uncomfortable chair of “ the waiting room of life. ” Imagine a waiting room where everyone has been told their name will be called someday, maybe soon, maybe late. You’d see at least two kinds of people. Some people sit quietly, open a book, maybe start a new project on the side while glancing occasionally at the clock. They don’t need to narrate their suffering to the entire room.  They choose dignity over drama.  They know that patience doesn’t have to be ...

What if peace had an address?

An early trip to Puncak leads to riverside calm, local kindness, and quiet joy. 

Waiting and Celebrating

This morning was wonderfully slow, the kind of slow where time doesn’t feel wasted but savored. Everyone in the house had their own lazy rhythm. No alarms, no rush, just soft hours unfolding. By two in the afternoon, we finally left for Pondok Gede to check our first house.  We had it lightly renovated: The old, tired canopy was taken down, so the two-story house could breathe and look elegant again. The walls and fence got a fresh coat of white paint, giving it that “new beginnings” look. The cracked tiles were replaced, no more tripping hazards waiting for unsuspecting guests. The windows were repainted, catching a bit of shine when the sun hits. House for sell or rent, near Mall Pondok Gede. Contact here. Now it’s neat, clean, and... how do I say this... ready to meet its "jodoh".  Although we don’t know yet if the match is a buyer or a tenant. Should we sell it? Should we rent it out? We don’t have the answer yet. And for someone like me, uncertainty is both fascinating a...

Perawatan wajah dan cerita masa muda

Andaikata blog dan social media saya punya semacam FAQ (Frequently Asked Question, alias pertanyaan yang paling sering ditanyakan), sudah pasti di urutan pertama akan bertengger pertanyaan: "Pakai produk perawatan wajah apa?"  Banyaaaakkk banget follower instagram / facebook / twitter saya yang nanya gitu, dan minta saya mengulasnya. Saya bilang sabar, tunggu tanggal mainnya. Tapi sebelum saya jawab pertanyaan itu, saya mau mengenang masa muda dulu ah..  Jadi begini cucuku... Waktu pertama kali ngeblog 15 tahun lalu , usia saya masih 21 (yak silakan dihitung usia saya sekarang berapa, pinterrrr). Jadi jangan heran kalo gaya bahasanya masih 4I_aY 4b3zzz.. (eh ga separah itu juga sih, hehe). Tapi ekspresi nulisku di masa-masa itu masih pure banget, nyaris tanpa filter. Jadi kalo dibaca lagi sampai sekarang pun masih berasa seru sendiri. Kayak lagi nonton film dokumenter pribadi. Kadang bikin ketawa ketiwi sendiri, kadang bikin mikir, kadang bi...

Less Fighting, More Understanding

Sunday mornings have this magical way of stretching out slowly, like they don’t want to end. This morning was one of those slow mornings, the kind where the house hums gently, everyone moves at their own pace, and there’s no rush to do anything other than exist. We had plans to go to church, but of course, life had its own little lesson in patience: the War Ticket frenzy. Thousands of people rushing online just to get a spot for worship every week; it’s kind of insane when you think about it. Praise the Lord indeed for the technology that lets us all battle for our pews without elbowing anyone physically. After church, we went for a late lunch, and that’s when I discovered MOKKA tucked away in a corner of the mall. I’ve walked past this mall so many times, but I never noticed it before. It’s funny how sometimes good things are hiding in plain sight, waiting for someone else to point them out. The restaurant was quiet compared to the line at Lekko just down the hall. And while MOKKA’s f...