Skip to main content

How to Stay Humble?



“Mbak Nuniek dan Mas Natali kan sudah sukses, bisa dibilang sudah punya segalanya. Apa rahasianya kok bisa tetap humble?”, kira-kira begitu pertanyaan dari Mas Jenius Santoso ketika kami mengadakan meetup di West Lake Resort Yogyakarta, awal tahun 2018 lalu (CMIIW).

Pertama, saya sendiri tidak berani mengklaim diri sebagai orang yang humble. Coz if I do claim myself as a humble person, that means I’m not humble enough, right?

Kedua, saya juga belum berani mengklaim diri sebagai orang yang sukses. Bukan berarti mengecilkan semua pencapaian yang pernah saya (dan suami) raih; saya sangat bersyukur akan semua itu. Hanya saja jika dibandingkan dengan mimpi-mimpi yang masih ingin diraih, rasanya kesuksesan yang kami rasakan saat ini belum ada apa-apanya. Masih ada langit di atas langit ;) 

Ketiga, terlepas dari rasa syukur atas segalanya, saya selalu mengingat bahwa semua yang saya miliki ini bisa jadi sebenarnya adalah cobaan. Cobaan untuk jadi sombong. Cobaan untuk jadi lupa diri. Cobaan untuk jadi bossy. Cobaan untuk jadi lupa pada keluarga, teman, saudara. Padahal jika Tuhan berkehendak, jangankan harta, nyawa saya saja bisa diambil kapan saja kan?

Saya ingat betul sahabat terbaik saya Bernadetha Melda, ketika saya minta untuk memimpin doa pada saat hari pertama saya pindah ke rumah yang sekarang, berdoa seperti ini: “Ya Tuhan, kiranya engkau menjaga hati Nuniek dan Natali beserta keluarga, agar senantiasa rendah hati, dijauhkan dari rasa sombong atas semua yang hari ini boleh mereka miliki.”

Yes, doa seperti itu sangat kami butuhkan untuk mengingatkan dan menguatkan agar kami tidak jatuh dalam pencobaan menjadi orang yang sombong dan lupa diri. Sebab semua yang kami miliki saat ini, sesungguhnya hanyalah titipan.

Dan serius, menjaga diri untuk tetap rendah hati itu tidak semudah yang dibayangkan! Ketika berada di atas, angin kencang (cobaan, ujian) malah membuat kita waspada dan berpegangan lebih teguh. Tetapi justru angin sepoi-sepoi (kenikmatan, kemudahan) yang membuat kita terlena dan akhirnya bisa lebih mudah terjatuh.

Jakarta, 20 Desember 2018
Nuniek Tirta

Popular posts from this blog

Saya Nuniek Tirta, bukan ((hanya)) seorang Istri Direktur

Catatan penting: untuk mencapai pemahaman penuh, mohon klik dan baca setiap tautan.  Awalnya adalah pertanyaan . Membuahkan suatu jawaban .  Diposting di akun pribadi, seperti yang biasa saya lakukan sejak hampir 15 tahun lalu , bahkan sebelum Mark Zuckerberg membuat Facebook.  Jawaban yang juga autopost ke facebook itu menjadi viral, ketika direshare oleh lebih dari 20ribu orang, dengan emoticon lebih dari 38ribu, dan mengundang 700++ komentar. Kemudian menjalar liar, ketika portal-portal media online mengcopas ditambah clickbaits.  Tidak ada media yang mewawancara saya terlebih dahulu ke saya kecuali satu media yang menghasilkan tulisan berkelas dengan data komprehensif ini .   Well, ada juga yang sempat email ke saya untuk meminta wawancara, tapi belum sempat saya jawab, sudah menurunkan berita duluan selang sejam setelah saya posting foto di bustrans Jakarta .  Selebihnya... Tidak ada yang konfirmasi terlebih d...

What I Learned from Timothy Tiah - Founder of Nuffnang

Last Sunday when I entered VIP room at JWEF , I was introduced to this guy with his mini version boy on his lap, and his pretty wife with white top and red skirt. We had chit chat and he told me he’d be in Jakarta this Tuesday, and I told him that we’d have 57th #Startuplokal Monthly Meetup on Tuesday night.  To be really honest, only a very few did I know about him until he shared his amazing story on JWEF stage a few minutes later, and get inspired that I took note and now share this with you all.  Timothy Tiah founded Nuffnang with Cheo Ming Shen at 2006 when he was 22 years old, with 150k RM startup capital, partly borrowed from his father. He simply founded it because there’s nobody built it before, while the demand was actually there. The site was launched in February 2007. Sales ≠ cashflow On earlier years, although Nuffnang sales highrocketed, the cashflow was poor. At one point he only has 5k left in bank, while there were invoices need to be paid out urgently. He came to Hon...

What's the point of wealth?

At Permata Wealth Wisdom, lessons on economy and neurology collide; revealing that true resilience begins with a connected, healthy mind.

What if peace had an address?

An early trip to Puncak leads to riverside calm, local kindness, and quiet joy. 

A Series of Plot Twists

A day full of unexpected turns becomes a reminder to embrace life’s plot twists with humor, grace, and gratitude; because detours make the best stories.

Staycation, Wedding Edition

A simple staycation turns magical; with seaside noodles, wedding joy, hotel robots, and small surprises that quietly reset the soul.

Perawatan wajah dan cerita masa muda

Andaikata blog dan social media saya punya semacam FAQ (Frequently Asked Question, alias pertanyaan yang paling sering ditanyakan), sudah pasti di urutan pertama akan bertengger pertanyaan: "Pakai produk perawatan wajah apa?"  Banyaaaakkk banget follower instagram / facebook / twitter saya yang nanya gitu, dan minta saya mengulasnya. Saya bilang sabar, tunggu tanggal mainnya. Tapi sebelum saya jawab pertanyaan itu, saya mau mengenang masa muda dulu ah..  Jadi begini cucuku... Waktu pertama kali ngeblog 15 tahun lalu , usia saya masih 21 (yak silakan dihitung usia saya sekarang berapa, pinterrrr). Jadi jangan heran kalo gaya bahasanya masih 4I_aY 4b3zzz.. (eh ga separah itu juga sih, hehe). Tapi ekspresi nulisku di masa-masa itu masih pure banget, nyaris tanpa filter. Jadi kalo dibaca lagi sampai sekarang pun masih berasa seru sendiri. Kayak lagi nonton film dokumenter pribadi. Kadang bikin ketawa ketiwi sendiri, kadang bikin mikir, kadang bi...

The Waiting Room of Life

There are few things in life that test our character more than waiting. Not the kind of waiting where you’re stuck in traffic with your favorite playlist on, but the heavy kind; waiting without certainty. The waiting that weighs on you because you don’t know if it will end tomorrow, next month, or next year. I’ve been thinking a lot about this today because something big just wrapped up. A long-awaited promise was finally fulfilled. And in the process, I witnessed firsthand how differently people behave when placed in the uncomfortable chair of “ the waiting room of life. ” Imagine a waiting room where everyone has been told their name will be called someday, maybe soon, maybe late. You’d see at least two kinds of people. Some people sit quietly, open a book, maybe start a new project on the side while glancing occasionally at the clock. They don’t need to narrate their suffering to the entire room.  They choose dignity over drama.  They know that patience doesn’t have to be ...

How Do You Raise a Kid Who Doesn’t Need Raising?

A reflection on parenting teens: learning to step back, trust their wings, and find peace in watching your children grow into who they’re meant to be.

Day Out & Deep Convo

A day of meaningful connections, from lunch with a friend to deep talks on love, instinct, and wisdom that reveal what true happiness really means.