Skip to main content

Industri Fashion dan Harga Jujur




Saat tulisan viral “Istri Direktur” sedang hangat2nya, di antara ratusan pesan yang masuk, saya menerima sebuah pesan pribadi dari follower Instagram. Tulisan panjang dalam Bahasa Inggris itu intinya mengatakan, bahwa dia juga seorang yang hemat namun tidak akan mau beli baju seharga 50ribu karena itu berarti tidak menghargai pekerja garmen lokal. Dia menyarankan saya meluangkan waktu untuk survey berapa upah para pekerja konveksi rumahan.

Industri Fashion

Kira2 begini deh ekspresi saya saat membaca pesan dan sarannya. Poker face. Ehehehe.


Saya katakan terima kasih atas concernnya. Tapi tidak perlu mengajari saya berapa upah pekerja garmen lokal, sebab mama saya pernah menjadi bagian dari mereka. Ya, waktu saya kecil, mama saya adalah penjahit konveksi rumahan, sampai sakit maag karena lupa makan demi mengejar target borongan. Upahnya memang kecil, tapi cukuplah untuk membantu perekonomian keluarga. Tahun 2008 hingga 2010 saya juga sempat terjun ke industri fashion garment, sehingga saya paham berapa harga dasar sebuah pakaian, berapa ketika dijual grosiran, berapa ketika dijual di bazaar (that's why I love bazaar haha), berapa ketika dijual di mall, berapa ketika dijual di butik, dan seterusnya. 

Karena pernah berada dalam industri tersebut, saya tahu bagaimana dan di mana mendapatkan baju murah, baik bermerek maupun tidak. Saya mengerti mata rantai produk fashion khususnya pakaian; mulai dari pasokan materi, proses dan ongkos produksi, penjualan dan pemasaran, hingga apa yang dilakukan produsen ketika produknya tidak laku, cacat, atau kelebihan produksi. Karena tahu seluk beluknya, saya tak heran ketika menemukan barang yang sama persis bisa dijual dengan harga yang jauh berbeda, apalagi jika sudah diberi embel-embel brand atau merk. Ada banyak sekali variabel yang mempengaruhi harga selain ongkos produksi. Saya bahkan tahu kapan musim diskon alias sale, dan mengapa bisa banting harga. 

Tidak Banyak yang Tahu

Mas Lingga semangat cerita ke saya dan suami mulai dari Sale Stock Indonesia berdiri di akhir 2014 sampai sekarang.


Namun sayangnya, tidak banyak yang memiliki pengetahuan akan hal ini. Termasuk Mas Lingga Madu, sekitar 2 tahun lalu. Seperti yang ia ceritakan pada saya dan suami ketika kami diundang untuk makan malam bertiga pada 20 Oktober lalu. Sama seperti kami yang punya program #pacaranmingguini, Mas Lingga dan istrinya Mbak Ariza Novianti juga punya waktu rutin untuk pacaran. Pada suatu malam, Mbak Ariza melihat baju bagus di mall. Melihat istrinya kepingin, Mas Lingga berbaik hati membelikan baju itu buat sang istri.

Seminggu kemudian, alangkah kagetnya Mas Lingga ketika melihat baju yang sama persis dijual dengan harga diskon yang jauhhh lebih murah. Ia marah karena sebagai konsumen merasa dibohongi. Ia pun mempertanyakan perbedaan harga tersebut kepada pelayan toko hingga ke supervisornya. Tanggapan mereka kurang memuaskan, sehingga membuat Mas Lingga tambah kecewa. Ketika menceritakan ini kepada kami, ekspresinya menggebu-gebu. Dia bilang, "I'm not proud of myself at that time, tapi itulah yang saya rasakan. Kecewa. Kesal. Marah. Mengapa jualan sampai harus begitu?"

Mengubah Pain Menjadi Gain

Bukan hanya cerita sejarahnya, tapi juga nunjukkin kecanggihan teknologi Artificial Intelligence yang digunakan. Keren! 


Malam itu Mas Lingga tak bisa tidur karena perasaan yang mengganjal. Menurutnya, karena sandang adalah kebutuhan dasar manusia selain pangan dan papan, maka tidak seharusnya harga sandang dipermainkan. Ia kemudian penasaran, sebenarnya berapa harga dasar baju tersebut. Pikirnya, tak mungkin mereka jual rugi. Nah di sinilah bedanya pecundang dengan pemenang. Seorang pecundang hanya berhenti di rasa kecewa dan amarah saja. Sedangkan pemenang, mengolah energi negatif itu menjadi bahan bakar keingintahuan, yang kemudian bisa menerbangkannya menuju puncak kesuksesan. Dan itu yang mereka lakukan: mengubah pain menjadi gain.

Maka pada akhir tahun 2014 Mas Lingga dan istrinya Mbak Ariza Novianti melahirkan Sale Stock Indonesia. Dengan slogan Fashion Untuk Kita Semua, Sale Stock Indonesia mengemban misi untuk membawa kesamarataan fashion di seluruh negeri. Mereka bertekad menyediakan produk fashion berkualitas dengan harga jujur, yang bisa diakses masyarakat Indonesia dari Aceh hingga Papua. Dengan menghilangkan perantara, memotong biaya overhead, fokus berjualan secara online, mereka bisa meminimalkan biaya, dan ini jelas menguntungkan bagi pelanggannya. Terlebih, mereka memberlakukan gratis ongkos kirim tanpa minimum order ke seluruh nusantara. Tak heran, sejak didirikan mereka telah melayani lebih dari satu juta pesanan.

Mutual Respect

Menutup perbincangan dengan perut kenyang dan hati senang karena menemukan teman seperjuangan! 


Kembali ke tulisan viral yang dibahas di awal, ternyata tulisan itulah yang membuat Mas Lingga ingin bertemu dengan saya. Kesempatan langka, sebab saya dengar dari teman jurnalis kalau Mas Lingga agak tertutup dengan media. Saya jadi tahu alasannya kenapa mereka memilih under the radar. Dan kami sama-sama heran, kok bisa tidak saling kenal sebelumnya tapi bisa punya misi yang senada, hingga tercipta mutual respect. Lebih heran lagi, ketika ia baru tahu bahwa tim Sale Stock sudah terlebih dulu bertemu dengan saya untuk bincang santai sambil makan siang. Hasil bincang santai siang itu telah mereka tuangkan dalam bentuk tulisan di blog Sale Stock Indonesia ini.

Pada kesempatan itu juga saya ceritakan ke Mas Lingga kalau saya punya grup Indonesia Lifestyle Digital Influencers (ILDI), dan agenda gathering bulanannya mengajak teman2 influencers main2 ke tempat brands atau startups. Fungsi ILDI adalah membukakan jalan bagi para influencers untuk kenalan dengan brands, dan mendekatkan brands kepada para influencers. Namun demikian, brands tidak boleh hardsell, melainkan sekedar sharing story, visi, misi, dan kontribusi terhadap society. Alhasil Mas Lingga sangat antusias mengundang saya dan anggota ILDI untuk bertandang ke Sale Stock Indonesia Manufacture di Cikokol hari Minggu 20 November nanti. Can’t wait!

Selasa, 15 November 2016
Nuniek Tirta Ardianto

Comments

Nunik Utami said…
Awal kisah yang keren ya, Mbak. Bagus banget nih, mengubah pain menjadi gain :D
Unknown said…
gatel pengen komen �� di thailand juga baju2 bisa murah banget ,sampai ke indonesia masuk butik harganya bisa selangit ..it's true
Imam M said…
Seperti biasa, cerita dalam blogpost ini sangat inspiratif...
Hai Mbak Nunik! (serasa manggil diri sendiri, hehe) Iya jadi termotivasi kan mengubah masalah menjadi berkah :))
Betuulll.. jadi kangen chatuchak :))
Terima kasih mas Imam Mahmudi :)
Aira Kimberly said…
Positif energy meet positive ^__^
tantiamelia.com said…
Kagum dengan cara berpikir pemenang ya mbak

Popular posts from this blog

Saya Nuniek Tirta, bukan ((hanya)) seorang Istri Direktur

Catatan penting: untuk mencapai pemahaman penuh, mohon klik dan baca setiap tautan.  Awalnya adalah pertanyaan . Membuahkan suatu jawaban .  Diposting di akun pribadi, seperti yang biasa saya lakukan sejak hampir 15 tahun lalu , bahkan sebelum Mark Zuckerberg membuat Facebook.  Jawaban yang juga autopost ke facebook itu menjadi viral, ketika direshare oleh lebih dari 20ribu orang, dengan emoticon lebih dari 38ribu, dan mengundang 700++ komentar. Kemudian menjalar liar, ketika portal-portal media online mengcopas ditambah clickbaits.  Tidak ada media yang mewawancara saya terlebih dahulu ke saya kecuali satu media yang menghasilkan tulisan berkelas dengan data komprehensif ini .   Well, ada juga yang sempat email ke saya untuk meminta wawancara, tapi belum sempat saya jawab, sudah menurunkan berita duluan selang sejam setelah saya posting foto di bustrans Jakarta .  Selebihnya... Tidak ada yang konfirmasi terlebih d...

Sunday at IdeaFest: Purbaya, Agak Laen!

A full day at IdeaFest 2025 with Agak Laen, Purbaya, Ben Soebiakto and Bilal Faranov. Laughter, insight, and creativity everywhere.

Perawatan wajah dan cerita masa muda

Andaikata blog dan social media saya punya semacam FAQ (Frequently Asked Question, alias pertanyaan yang paling sering ditanyakan), sudah pasti di urutan pertama akan bertengger pertanyaan: "Pakai produk perawatan wajah apa?"  Banyaaaakkk banget follower instagram / facebook / twitter saya yang nanya gitu, dan minta saya mengulasnya. Saya bilang sabar, tunggu tanggal mainnya. Tapi sebelum saya jawab pertanyaan itu, saya mau mengenang masa muda dulu ah..  Jadi begini cucuku... Waktu pertama kali ngeblog 15 tahun lalu , usia saya masih 21 (yak silakan dihitung usia saya sekarang berapa, pinterrrr). Jadi jangan heran kalo gaya bahasanya masih 4I_aY 4b3zzz.. (eh ga separah itu juga sih, hehe). Tapi ekspresi nulisku di masa-masa itu masih pure banget, nyaris tanpa filter. Jadi kalo dibaca lagi sampai sekarang pun masih berasa seru sendiri. Kayak lagi nonton film dokumenter pribadi. Kadang bikin ketawa ketiwi sendiri, kadang bikin mikir, kadang bi...
[gallery] Kakek tua ini mondar mandir menjajakan tisu kepada semua orang yang sedang menunggu di Halte Stasiun UI. Tongkat besi membantu langkah kakinya yang hitam keriput. Saya tidak butuh tisu, tapi saya punya selembar duaribuan. Ya bolehlah, siapa tau nanti butuh. Saya berikan lembaran itu, dia serahkan satu bungkus tisu. Kemudian dia duduk persis di samping saya. Menaikkan kaki, merogoh sesuatu dari kantongnya, kemudian… Memantik api dan menyalakan sebatang dji sam soe. Aduh kakek, jadi capek2 jualan uangnya buat dibakar ngerusak tubuh doang? Rabu, 24 Februari 2015 Universitas Indoesia Nuniek Tirta

Why Love Never Fails?

A reflection on excellence, love, and transformation. How the year’s trials became lessons in divine refinement.

What I Learned from Timothy Tiah - Founder of Nuffnang

Last Sunday when I entered VIP room at JWEF , I was introduced to this guy with his mini version boy on his lap, and his pretty wife with white top and red skirt. We had chit chat and he told me he’d be in Jakarta this Tuesday, and I told him that we’d have 57th #Startuplokal Monthly Meetup on Tuesday night.  To be really honest, only a very few did I know about him until he shared his amazing story on JWEF stage a few minutes later, and get inspired that I took note and now share this with you all.  Timothy Tiah founded Nuffnang with Cheo Ming Shen at 2006 when he was 22 years old, with 150k RM startup capital, partly borrowed from his father. He simply founded it because there’s nobody built it before, while the demand was actually there. The site was launched in February 2007. Sales ≠ cashflow On earlier years, although Nuffnang sales highrocketed, the cashflow was poor. At one point he only has 5k left in bank, while there were invoices need to be paid out urgently. He came to Hon...

Can Growth Ever Be Truly Mutual?

Reflections from Simbiosis Bisnis 2025; on true collaboration, comfort zones, and finding mutual growth in business and life.

When a School Feels Like a Nation

A school cultural festival that celebrates diversity, tradition, and the joy of learning together.

Berapa Biaya Liburan ke Resort di Maldives Sekeluarga?

Disclaimer: Sebelum berprasangka, tulisan ini dipublish bukan untuk tujuan riya, melainkan untuk berbagi informasi buat yang membutuhkan saja. Paham yaaa. 👻👻 Sebuah kiriman dibagikan oleh Nuniek Tirta (@nuniektirta) pada Apr 21, 2017 pada 8:40 PDT Judul di atas adalah pertanyaan yang cukup sering saya dapatkan dari teman-teman sejak saya pulang dari liburan sekeluarga di Maldives minggu lalu. Kalo banyak yang nanyain berarti banyak yang pingin tau  informasinya,  jadi saya tulis di sini aja ya.  Semoga bisa jadi gambaran buat teman-teman untuk mempersiapkan budget liburan keluarga ke resort di Maldives. Silakan dishare ke pasangan buat kode-kode, ehehehe.  Tahun ini bukan pertama kalinya saya ke Maldives. Sebab dua tahun lalu saya dan suami sudah pernah liburan ke Maldives berdua saja untuk ritual hornymoon di ulang tahun pernikahan kami. Oleh-oleh dalam bentuk tulisan saya untuk LiveOlive bisa dikonsumsi gratis di sini:  Tips Libura...

What If the Minister Didn’t Show Up, But the Wisdom Still Did?

When the minister didn’t show up, wisdom did. A day of unexpected lessons and inspiration. "Disappointment has a funny way of turning into wisdom, if you stay long enough to listen."   —   Nuniek Tirta Sari So, I woke up early today. Like,   really   early. My mission: to attend the OCBC Business Forum 2025 in St. Regis Kuningan and listen to the new Minister of Finance, Mr. Purbaya's speech.  After wrestling through Jakarta’s legendary morning traffic for 2 hours, I finally arrived at the venue. The first dialogue session was already running, and I panicked, thinking I’d missed the minister’s talk. But when I looked at the latest rundown, surprise! His name was nowhere to be found. Apparently, he’d never confirmed attendance in the final version. Ah, the classic “expectation vs. reality” moment. OCBC Business Forum 2025 I just laughed. Not even disappointed anymore, just… amused. Because really, what else can you do when the main reason you came didn’t show up...