Saat menulis ini saya baru saja kembali dari Amerika, dan
bersemedi sendiri di unit apartemen saya di Springwood Serpong. Sengaja saya
mengasingkan diri di sini, supaya tidak mudah terdistraksi. Sebab saya harus
fokus konsentrasi kejar setoran untuk memenuhi syarat membuat 10 tulisan guna
mengikuti workshop menulis tahap kedua yang dipimpin oleh Pak Andrias Harefa,
lusa.
Mengapa tidak mengerjakan di rumah saja? Toh anak-anak
sekolah sampai sore, jadi harusnya saya punya me-time yang cukup. Iya sih, tapi
saya mudah tergoda. Di rumah ada banyak barang, kecenderungan saya kalau under
pressure adalah ingin beberes terus. Jadi biasanya sebelum mulai mengerjakan
tugas, saya beres-beres ini itu. Nggak terasa udah beberapa jam lewat,
anak-anak keburu pulang, menemani mereka, sampai suami pulang. Tahu-tahu sudah
malam. Ujung-ujungnya nggak jadi mengerjakan apa-apa, hahaha.
Soal kebiasaan beberes ketika menghadapi tekanan ini, saya
sudah sadar sejak lama. Tapi, setelah mengikuti MBTI (Meyers Briggs Type
Indicator) training, saya baru memahami mengapa itu bisa terjadi. Kami
diajarkan decoding masing-masing tipe kepribadian. Dari hasil decoding itu kita
bisa memprediksi sumber pemicu tekanan dan kebiasaan apa yang dilakukan ketika
menghadapi tekanan. Istilahnya, “on the grip”.
Setelah dianalisa dan didecoding, ketika “on the grip” saya
yang berkepribadian tipe INFJ (Introvert iNtuition Feeling Judging), jadi
dominan sisi extraverted Sensingnya. Padahal, extraverted Sensing itu adalah sisi
terlemah saya sebagai INFJ, sedangkan yang terkuat adalah introverted
iNtuition. Jadi bagaimana maksudnya? Begini..
Ketika extraverted Sensing menjadi dominan, seseorang jadi
lebih mengekspos sisi sensory-nya ketimbang sisi lainnya. Ada yang menjadi gila
olahraga. Ada yang menjadi makan terus atau malah nggak mau makan sama sekali.
Ada yang jadi gila shopping (iya, retail therapy itu nyata dan tidak
mengada-ada!).
Kalau saya, implikasinya adalah menjadi sering beberes dan
bebersih. Apa saja yang terlihat oleh mata saya akan diberesin dan dibersihin.
Bahkan yang udah beres dan bersih pun ditata ulang lagi, dibersihin lagi. Yang
paling sering jadi sasarannya adalah isi lemari dan meja di kamar. Semakin saya
on the grip, semakin rapih dan bersih!
Misalnya nih, ketika anak-anak sedang masa ujian. Aduh itu
kamar anak-anak yang tadinya berantakan, dalam seminggu itu bisa jadi rapi
jali. Kok bisa? Karena waktu mendampingi mereka belajar, saya sambil beberes
kamarnya. Sementara mereka kerjain soal-soal yang saya print, saya mengisi
waktu sambil menata ulang isi kamar mereka.
Duluuu waktu saya tidak memakai jasa pembantu, kamar dan
rumah saya malah bisa lebih rapi jali. Karena apa? Karena ketika berada dalam
tekanan mengurus anak-anak, saya menyibukkan diri dengan beberes sana sini.
Bukannya kelelahan, saya malah merasa beberes itu jadi semacam terapi untuk
menenangkan diri.
Nah, di sesi training MBTI itu juga saya baru menyadari,
bahwa kebiasaan ini ada kaitannya dengan sisi Judging saya sebagai INFJ. Sebab
tipikal personality tipe Judging adalah selalu ingin menyelesaikan segala
sesuatu. Kalau belum selesai, rasanya dosa besar. The joy of closing. Bahagia
luar biasa kalau checklist sudah semuanya ditandai “done”.
Jadi meskipun berada dalam tekanan, saya tetap ingin melihat
hasilnya, tapi kurang bisa mengoptimalkan otak bekerja. Dengan beberes, saya
merasa tidak over-stimulate otak saya, tapi pada saat yang sama juga bisa tetap
produktif dan menghasilkan sesuatu: kerapian dan kebersihan. Dan itu membuat
saya merasa lebih nyaman.
Cheers,
Ditulis di Serpong, 13 September 2018
Dipublish di Jakarta, 9 Januari 2019
1 Comments
dewalotto 1 user id main semua game ::
ReplyDelete1,togel
2.taruhan bola
3.casino
4.poker, domino,ceme, live poker
5.tembak ikan
6.number game
7.sabung ayam
8.slot
9.dan bayak lagi permainan lainnya, daftarkan sekarang juga di dewalotto*cc