Be Humble

image

Pagi ini saat melakukan ritual Lectio Divina (membaca firman
Tuhan secara reflektif), saya terpaku pada ayat Efesus 4:2 yang berbunyi:

“Always be humble and gentle. Be patient with each other,
making allowance for each other’s faults because of your love.”

Ayat itu membuat saya merefleksikan diri, apakah saya sudah
rendah hati, lemah lembut, dan sabar? Rasanya belum. Saya kadangkala tidak mau
mengakui kekurangan saya dan menutupi kelemahan saya. Saya masih sering
berbicara dengan nada meninggi dan mudah panik. Saya masih kekurangan stok
kesabaran terutama ketika orang-orang terdekat melakukan kesalahan atau
melanggar aturan. Dan masih banyak lagi.

Intinya, dengan segala keterbatasan sebagai manusia,
sepertinya saya masih jauh dari itu.

Sesi saat teduh di Greenie Benzie itu saya lanjutkan dengan
membaca buku Emotionally Healthy Spirituality yang ditulis Peter Scazzero. Lalu
saya terpaku pada kalimat yang ada di halaman 178:

“Keterbatasan kita mendorong kita untuk rendah hati di
hadapan Tuhan dan sesama. Tidak ada yang bisa melakukan lebih baik dari itu.”

Seberapa pun hebat kemampuan kita, tetap kita sebagai
manusia mempunyai berbagai keterbatasan yang tak terbantahkan. Entah itu
keterbatasan dalam hal tubuh fisik (menua), keluarga asal (yang mungkin
menghasilkan akar pahit), status pernikahan (baik single maupun married masing2
punya keterbatasan), kemampuan intelektual, talenta dan karunia, kekayaan
materi, materi dasar (kepribadian dan temperamen), pekerjaan dan relasi,
pemahaman rohani, dan yang paling absolut: keterbatasan waktu (pasti mati!).

Kemudian saya teringat ketika menjadi saksi transformasi
seekor kepompong hingga menjadi kupu kupu
yang siap terbang tinggi di taman
kecil balkon rumah saya beberapa waktu lalu. Kepadanya saya berpesan agar tetap
rendah hati dan tidak lupa diri. Sebab tanpa kerendahan hati, sebuah anugerah
(kemampuan untuk terbang) bisa berubah menjadi musibah (sikap menghakimi dan
memandang orang lain payah / lebih rendah). Padahal ia mungkin lupa, bahwa kupu kupu
paling cantik sekalipun memiliki keterbatasan (tak dapat terbang hingga ke luar
angkasa, tak dapat berenang, suatu saat mati, dsb.).

Agar rendah hati; itulah sebab utama mengapa Tuhan
memberikan kita keterbatasan.

Photo credits: taken from here

Post a Comment

0 Comments