Skip to main content

Cerita Tentang Rumah - Bagian Pertama


Akhirnya... setelah semedi di apartemen, ada waktu juga buat nulis tentang rumah ini. Memang harus ditulis sekarang, supaya kalau sudah tua nanti aku juga ingat ceritanya, ahhaha.



Tentang Sejarah Rumah Ini

@sherin_arkel : Apa yang membuat Mbak langsung jatuh cinta at the first sight sama rumah ini? Spotnya yang dipost hampir 90% di area swimming poolnya, apakah ada alasan khusus? Apakah rumah yang sekarang rumah impian Mbak Nuniek atau apakah masih ingin / memimpikan rumah lain?

Yang membuat aku jatuh cinta at the first sight sama rumah ini adalah kolam renang ini. Dari awal cari rumah baru, aku spesifik banget WAJIB ada kolam renangnya. Kenapa? Karena waktu anak pertamaku masih kecil, tanpa sepengatahuanku pernah diajak mamaku numpang renang di rumah orang di Kemang (entahlah rumah siapa), yang mana tetangga depan rumah mamaku adalah penjaganya dan pemiliknya lagi liburan ke luar negeri, ohemji. Begitu tau itu, aku bertekad suatu hari HARUS punya rumah yang ada kolam renangnya, supaya mamaku dan anak2ku nggak akan pernah lagi numpang renang di rumah orang lain tanpa izin. Jadi yes, alasan khusus kenapa spotnya yang dipost hampir 90% di area swimming poolnya, karena memang area ini yang bikin aku jatuh hati pada pandangan pertama pada rumah ini, dan area ini juga perwujudan dari rumah impianku pada saat itu. Sekarang, tentu saja masih ada rumah impian, akan dibahas khusus nanti ya.


Lihat postingan ini di Instagram

Hari ini sebenarnya jadwalku berenang, tapi kutunda dulu karena mau senam bareng @jovee.id hari Kamis nanti di @jatomi.indonesia dan Jumatnya mau renang di @springwoodofficial 🏊🏼‍♀️ . Lagipula hasrat decluttering ritual akhir tahun lebih tinggi sekalian siapkan barang2 yg akan dihibahkan ke teman2, asalkan sabar menanti 😉 Btw banyak juga yaaa yang nanya soal rumah, baik yang di instagram story, comments, dan facebook fanpage 😄 Dan yang beruntung kali ini adalah @sherin_arkel karena pertanyaan2nya menarik 😊 DM alamatnya ya! Nanti bakal aku jawab di blog (termasuk jawab pertanyaan2 yang lain juga kok)👌🏽 . Yang belum beruntung, tenang masih akan ada kuis receh tiap hari selama Desember ini ☺️ Sering2 cek aja tiap hari 😉🎅 . Meanwhile, kuis receh hari ini adalah: rekomendasiin hampers Natal dong! Lagi butuh nih hehehe 🎅🎄 Kalo ada ignya lebih bagus lagi dimention biar aku bisa langsung lihat2 👀 And as usual, yg beruntung akan dapat random gift jugaa 🎁 Update: JAWABNYA DI KOLOM KOMEN YAAA 😂 Habis kok banyak yang jawab di DM, nanti susah trackingnya 😅 #nutshome #nutsays #nutslyfe #nutsask #SehatBarengJovee #nutshares
Sebuah kiriman dibagikan oleh Nuniek Tirta (@nuniektirta) pada

@twinklepai : Prioritas pemilihan rumah bagi kakak apa ya? Dalam skala prioritas: lokasi, ukuran tanah/rumah, lingkungan?

Dalam skala prioritasku, ini urutannya:
1.     Ukuran tanah/rumah. Targetnya, paling tidak tanahnya harus lebih luas dari rumah pertama. Syukurlah dapatnya hampir 3x lipat lebih luas dari rumah pertama, dan tetap 2 lantai (lebih dari itu malezzz naik turun tangganya, kecuali ada lift, hehehe).  
2.     Lingkungan, ada 3 pertimbangan utama:
a.     Dari kecil, salah satu impianku adalah tinggal di dalam komplek perumahan. Pertimbangan utamanya adalah kesetaraan taraf ekonomi tetangga. Sebab dari lahir sampai sebelum menikah aku kan dibesarkan dalam lingkungan perkampungan. Aku inget banget dulu sering lihat satu rumah mentereng yang konon harganya 1 miliar berdiri megah di tengah perkampunganku sering ditimpukin dan dicoret-coret temboknya sama warga perkampungan. Waktu aku tanya kenapa, mereka bilang iseng aja. Dan jawaban salah satu anak membekas sampai sekarang: “Biarin ajee orang kaya banyak duit ini”. Errr… apa salahnya jadi orang kaya sih sampe perlu ditimpukin rumahnya gitu? Ga ngerti deh.
b.     Aku sama sekali tidak punya hasrat untuk memiliki rumah tinggal mentereng yang terpampang nyata dari jalan raya. Alasan utamanya tentu saja faktor keamanan, meski dijaga satpam sekalipun. Alasan kedua, duh ngga tahan berisik suara kendaraan lalu lalangnya! Udah polusi udara, polusi suara pula. Kalaupun nanti dapat rejekinya rumah di pinggir jalan, udah pasti akan aku pasang tembok tinggi sampai nggak kelihatan dari luar sama sekali sih.
c.     Untuk fase hidup kami sekarang, rasanya kami masih perlu bertetangga. Nggak yang sendirian banget kayak di apartemen atau rumah gedong luar komplek. Tapi karena kami sekeluarga aslinya introvert, jadinya males juga kalau harus yang sering2 ngumpul tetangga, apalagi kalau komplek rumahnya besar gitu. Sebab kalau di rumah kan maunya istirahat ya. Maka pilihan town house kecil buat kami udah paling tepat sih. Di blok aku cuma ada 4 rumah, di blok sebelah 8 rumah, total jadi cuma 12 rumah (belakang rumahku kosong pula). Tetangganya masih dapet, ngumpulnya juga ngga terlalu sering. Paling silaturahmi pas Ramadhan dan rapat komplek aja.
3.     Lokasi. Lahir dan gede di Jaksel, setelah nikah jadi warga Pondok Gede Bekasi itu ngga enak. Makanya diniatin balik lagi tinggal di Jaksel. Meski ngga sestrategis rumah mamaku di Mampang, enaknya lokasi rumahku yang sekarang ini alternatif jalannya banyak. Jadi kalo jalur 1 macet, masih ada 4 jalur alternatif lainnya. Dan aku sukanya lokasi rumah ini tuh ngumpet, dari jalan raya orang ngga bakal nyangka ada townhouse di sana. Malah sering sopir taksi bingung, “Ini bener masuk mobil?” HAHAHA. Padahal kalo udah masuk, jalannya lebar 6 meter. Sama seperti rumah pertama, posisi rumah ini juga di jalan buntu. Senengnya jalan buntu karena ya jadi ngga ada orang lalu lalang depan rumahku. Waktu cari2 rumah itu sebenarnya targetku ada 3 lokasi:
a.     Kemang. Ini jelas ya semacam ambisi pribadi karena persoalan anak numpang renang di Kemang yang aku certain tadi, hahaha. Buanyaakkk pilihan yang masuk kriteria dan terjangkau dengan budget yang ada. Tapi ndilalah dikasih pertanda sama Tuhan, dalam seminggu itu aku 2 hari berturut-turut kejebak macet selama 2 jam lebih di Kemang, padahal dengan rute berbeda. Langsung ilfil dan bilang terimakasih ya Tuhan atas petunjukMu, bye Kemang! HAHAHA.
b.     Area Bidakara Pancoran. Ini lebih karena deket ke kantor suami yang dulu masih di Kuningan, dan deket ke rumah mamaku di Mampang. Udah sempet ngincer satu rumah baru di dalam townhouse yang totalnya cuma 4 rumah. (Sampai sekarang rumahnya masih ada tuh diiklanin) Tapi harganya 3 kali lipat dari harga rumah kami yang sekarang ini. Dan, 3½ tingkat. Bayangin naik turunnya udah capek duluan, hahaha.
c.     Permata Hijau. Ini karena deket aja ke mana-mana dan masih masuk budget harga per meternya. Tapi susaaah pilihannya sedikit banget, karena di sana kebanyakan rumah lama yang guede guedee. Nemu satu yang cukup oke, TAPI ngga ada kolam renangnya. Ada lagi di Patal Senayan, masih masuk budget sih. But again, 3 lantai, dan tanahnya lebih kecil dari rumah pertama. Ngga jadi deh.

Bagaimana kisah mendapatkan rumah ini? Apakah membangun from the scratch atau justru renov atau bagaimana? Dan bagaimana proses membelinya? Hasil menabung sekian lama kah atau KPR atau seperti apa? Terima kasih sebelumnya jika berkenan sharing kisah di balik layar rumah hommey satu ini 😇🙏

Jadiii, seperti yang sudah pernah aku ceritakan di Instagram story, judulnya rumah ini adalah kompensasi atas batalnya keberangkatan ke Santorini untuk wedding anniversary, hehehe. Harusnya berangkat Rabu, terpaksa dibatalin Senin, padahal udah dari tahun sebelumnya direncanain. Penghiburanku supaya ngga terlalu sedih adalah dengan lihat2 iklan rumaahhh. Sebelumnya dan sampai sekarang memang senang lihat2 iklan rumah, tapi pas lagi sedih itu makin rajin lagi, hahaha. Nah dari sekian banyak iklan rumah yang dilihat, yang pertama kali disurvey adalah rumah ini. Because at that time I thought, this must be too good to be true! 



Rmhnya cozy n cukup asri bgt..ada kolam renang, pohon pohon..idaman bgt nih.. Dulu beli jadi atau desain sendiri mbak @nuniektirta ? Daerah mn? Brp luasnya? Bertingkat ga?😁 byk ya pertanyaannya…🤗

Pertanyaannya mostly sudah dijawab di atas yaa. Tapi aku mau bahas tentang luas tanah. Dari lahir sampai TK, aku tinggal di rumah petak kontrakan daerah Karet Semanggi (sekarang udah jadi lahan parkir Menara Mulia). Ukurannya jangan tanya, kecil lah pokoknya. WC aja ngga ada, kalau mau buang air besar harus ke bilik WC umum di atas Kali Krukut. Jadi dulu itu jeritan tengah malam yang paling mengerikan buat papaku bukanlah suara kuntilanak, tapi suara: “Paa… Nie mau e’e.” HAHAHAHAHHAH. Kemudian sejak aku kelas 1 SD sampai usia 25 (sebelum nikah), aku tinggal di rumah hasil jerih payah mama papa di Mampang. Luas tanahnya itu 37,5 meter, ada 2 lantai jadi luas bangunannya sekitar 70 meterlah buat kami tinggali berlima. Lantai pertama buat toko kelontong, ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar mandi. Lantai kedua buat 2 kamar tertutup, 2 kamar terbuka, kamar mandi, balkon sekaligus tempat jemur baju. Ada rooftop ala ala tempat alm. Papaku tanam2 sayuran. Jalan depan rumahnya cuma muat 1 motor lewat. Setelah aku dan kakakku punya rumah masing2, mamaku bilang, “Rumah kakak luasnya dua kali rumah mama, rumah Nie luasnya tiga kali rumah mama.” Oh iya, bener juga! Itu rumahku yang pertama ya. Dan sekarang, di rumah yang kedua ini, luas kamar utamaku lebih luas dari rumah papa mama. Bahkan area teras belakang dan kolam renang itu 2x dari rumah mereka. Dan secara keseluruhan, luas bangunan rumahku sekarang 10x lipat dari luas tanah mama papa. You do the math :)

Waktu belum punya rumah impian spti yg skg dimiliki, kak nuniek dulu berharap n berdoa ingin punya rumah yg seperti apa? (maksdnya merancang blue print nya gmn) : yg lokasinya di Mana, yg besarnya seukuran brp, yg Gaya arsitektur gmn? YG desain interiornya seperti apa? Trs gmn Cara Tuhan menjawab doa kak nuniek ttg Rumah impian ini Dan berapa lama kak nuniek menunggu doa kakak dijawab Tuhan? Dan apa saja kenangan indah dan berharga yg sdh terjadi d Rumah ini kak?

YES. Doanya spesifik: mau rumah asri yang ada kolam renangnya. TAPI aku tuh salah doa, waktu itu bilangnya: ngga apa2 kolam renangnya kecil yang penting bisa berenang di rumah.  EH BENERAN DIKASIH YANG KOLAM RENANGNYA KECIL, LOL. #notetoself makanya lain kali kalo doa jangan nanggunglah, hahahah. Nunggu doanya kejawab berapa tahun ya, aku lupa. Kayaknya anak pertamaku kelas 1 SD waktu diajak mamaku numpang renang di Kemang itu. Sekarang dia kelas 2 SMP, dan waktu beli rumah ini dia kelas 6 SD. Tentang kenangan nanti jawabnya terpisah ya.

Bagaimana history perjuangan dr rumah ini mba?soalnya suasananya damai

Sudah terjawab semua di atas yaa.


Bersambung: Bagian Kedua tentang Konsep, Desain, Dekorasi, Furnitur, Ruang, Perawatan

Popular posts from this blog

What I Learned from Timothy Tiah - Founder of Nuffnang

Last Sunday when I entered VIP room at JWEF , I was introduced to this guy with his mini version boy on his lap, and his pretty wife with white top and red skirt. We had chit chat and he told me he’d be in Jakarta this Tuesday, and I told him that we’d have 57th #Startuplokal Monthly Meetup on Tuesday night.  To be really honest, only a very few did I know about him until he shared his amazing story on JWEF stage a few minutes later, and get inspired that I took note and now share this with you all.  Timothy Tiah founded Nuffnang with Cheo Ming Shen at 2006 when he was 22 years old, with 150k RM startup capital, partly borrowed from his father. He simply founded it because there’s nobody built it before, while the demand was actually there. The site was launched in February 2007. Sales ≠ cashflow On earlier years, although Nuffnang sales highrocketed, the cashflow was poor. At one point he only has 5k left in bank, while there were invoices need to be paid out urgently. He came to Hon...

Saya Nuniek Tirta, bukan ((hanya)) seorang Istri Direktur

Catatan penting: untuk mencapai pemahaman penuh, mohon klik dan baca setiap tautan.  Awalnya adalah pertanyaan . Membuahkan suatu jawaban .  Diposting di akun pribadi, seperti yang biasa saya lakukan sejak hampir 15 tahun lalu , bahkan sebelum Mark Zuckerberg membuat Facebook.  Jawaban yang juga autopost ke facebook itu menjadi viral, ketika direshare oleh lebih dari 20ribu orang, dengan emoticon lebih dari 38ribu, dan mengundang 700++ komentar. Kemudian menjalar liar, ketika portal-portal media online mengcopas ditambah clickbaits.  Tidak ada media yang mewawancara saya terlebih dahulu ke saya kecuali satu media yang menghasilkan tulisan berkelas dengan data komprehensif ini .   Well, ada juga yang sempat email ke saya untuk meminta wawancara, tapi belum sempat saya jawab, sudah menurunkan berita duluan selang sejam setelah saya posting foto di bustrans Jakarta .  Selebihnya... Tidak ada yang konfirmasi terlebih d...

Staycation, Wedding Edition

A simple staycation turns magical; with seaside noodles, wedding joy, hotel robots, and small surprises that quietly reset the soul.

What's the point of wealth?

At Permata Wealth Wisdom, lessons on economy and neurology collide; revealing that true resilience begins with a connected, healthy mind.

What if peace had an address?

An early trip to Puncak leads to riverside calm, local kindness, and quiet joy. 

A Series of Plot Twists

A day full of unexpected turns becomes a reminder to embrace life’s plot twists with humor, grace, and gratitude; because detours make the best stories.

Perawatan wajah dan cerita masa muda

Andaikata blog dan social media saya punya semacam FAQ (Frequently Asked Question, alias pertanyaan yang paling sering ditanyakan), sudah pasti di urutan pertama akan bertengger pertanyaan: "Pakai produk perawatan wajah apa?"  Banyaaaakkk banget follower instagram / facebook / twitter saya yang nanya gitu, dan minta saya mengulasnya. Saya bilang sabar, tunggu tanggal mainnya. Tapi sebelum saya jawab pertanyaan itu, saya mau mengenang masa muda dulu ah..  Jadi begini cucuku... Waktu pertama kali ngeblog 15 tahun lalu , usia saya masih 21 (yak silakan dihitung usia saya sekarang berapa, pinterrrr). Jadi jangan heran kalo gaya bahasanya masih 4I_aY 4b3zzz.. (eh ga separah itu juga sih, hehe). Tapi ekspresi nulisku di masa-masa itu masih pure banget, nyaris tanpa filter. Jadi kalo dibaca lagi sampai sekarang pun masih berasa seru sendiri. Kayak lagi nonton film dokumenter pribadi. Kadang bikin ketawa ketiwi sendiri, kadang bikin mikir, kadang bi...

The Waiting Room of Life

There are few things in life that test our character more than waiting. Not the kind of waiting where you’re stuck in traffic with your favorite playlist on, but the heavy kind; waiting without certainty. The waiting that weighs on you because you don’t know if it will end tomorrow, next month, or next year. I’ve been thinking a lot about this today because something big just wrapped up. A long-awaited promise was finally fulfilled. And in the process, I witnessed firsthand how differently people behave when placed in the uncomfortable chair of “ the waiting room of life. ” Imagine a waiting room where everyone has been told their name will be called someday, maybe soon, maybe late. You’d see at least two kinds of people. Some people sit quietly, open a book, maybe start a new project on the side while glancing occasionally at the clock. They don’t need to narrate their suffering to the entire room.  They choose dignity over drama.  They know that patience doesn’t have to be ...

Waiting and Celebrating

This morning was wonderfully slow, the kind of slow where time doesn’t feel wasted but savored. Everyone in the house had their own lazy rhythm. No alarms, no rush, just soft hours unfolding. By two in the afternoon, we finally left for Pondok Gede to check our first house.  We had it lightly renovated: The old, tired canopy was taken down, so the two-story house could breathe and look elegant again. The walls and fence got a fresh coat of white paint, giving it that “new beginnings” look. The cracked tiles were replaced, no more tripping hazards waiting for unsuspecting guests. The windows were repainted, catching a bit of shine when the sun hits. House for sell or rent, near Mall Pondok Gede. Contact here. Now it’s neat, clean, and... how do I say this... ready to meet its "jodoh".  Although we don’t know yet if the match is a buyer or a tenant. Should we sell it? Should we rent it out? We don’t have the answer yet. And for someone like me, uncertainty is both fascinating a...

Right Place Right Time

A day of divine timing, chance reunions, and perfect coincidences.