Akhirnya... setelah semedi di apartemen, ada waktu juga buat nulis tentang rumah ini. Memang harus ditulis sekarang, supaya kalau sudah tua nanti aku juga ingat ceritanya, ahhaha.
Tentang
Sejarah Rumah Ini
@sherin_arkel : Apa yang membuat Mbak langsung jatuh cinta at
the first sight sama rumah ini? Spotnya yang dipost hampir 90% di area swimming
poolnya, apakah ada alasan khusus? Apakah rumah yang sekarang rumah impian Mbak
Nuniek atau apakah masih ingin / memimpikan rumah lain?
Yang
membuat aku jatuh cinta at the first sight sama rumah ini adalah kolam
renang ini. Dari awal cari rumah baru, aku spesifik banget WAJIB ada kolam
renangnya. Kenapa? Karena waktu anak pertamaku masih kecil, tanpa sepengatahuanku
pernah diajak mamaku numpang renang di rumah orang di Kemang (entahlah rumah siapa),
yang mana tetangga depan rumah mamaku adalah penjaganya dan pemiliknya lagi
liburan ke luar negeri, ohemji. Begitu tau itu, aku bertekad suatu hari HARUS
punya rumah yang ada kolam renangnya, supaya mamaku dan anak2ku nggak akan
pernah lagi numpang renang di rumah orang lain tanpa izin. Jadi yes, alasan khusus
kenapa spotnya yang dipost hampir 90% di area swimming poolnya, karena memang
area ini yang bikin aku jatuh hati pada pandangan pertama pada rumah ini, dan area
ini juga perwujudan dari rumah impianku pada saat itu. Sekarang, tentu saja
masih ada rumah impian, akan dibahas khusus nanti ya.
@twinklepai : Prioritas pemilihan rumah bagi kakak apa ya? Dalam
skala prioritas: lokasi, ukuran tanah/rumah, lingkungan?
Dalam
skala prioritasku, ini urutannya:
1.
Ukuran
tanah/rumah. Targetnya, paling tidak tanahnya harus lebih luas dari rumah pertama.
Syukurlah dapatnya hampir 3x lipat lebih luas dari rumah pertama, dan tetap 2
lantai (lebih dari itu malezzz naik turun tangganya, kecuali ada lift, hehehe).
2.
Lingkungan,
ada 3 pertimbangan utama:
a. Dari kecil, salah satu impianku
adalah tinggal di dalam komplek perumahan. Pertimbangan utamanya adalah kesetaraan
taraf ekonomi tetangga. Sebab dari lahir sampai sebelum menikah aku kan
dibesarkan dalam lingkungan perkampungan. Aku inget banget dulu sering lihat
satu rumah mentereng yang konon harganya 1 miliar berdiri megah di tengah
perkampunganku sering ditimpukin dan dicoret-coret temboknya sama warga
perkampungan. Waktu aku tanya kenapa, mereka bilang iseng aja. Dan jawaban
salah satu anak membekas sampai sekarang: “Biarin ajee orang kaya banyak duit
ini”. Errr… apa salahnya jadi orang kaya sih sampe perlu ditimpukin rumahnya gitu? Ga ngerti deh.
b. Aku sama sekali tidak punya
hasrat untuk memiliki rumah tinggal mentereng yang terpampang nyata dari jalan
raya. Alasan utamanya tentu saja faktor keamanan, meski dijaga satpam
sekalipun. Alasan kedua, duh ngga tahan berisik suara kendaraan lalu lalangnya!
Udah polusi udara, polusi suara pula. Kalaupun nanti dapat rejekinya rumah di
pinggir jalan, udah pasti akan aku pasang tembok tinggi sampai nggak kelihatan
dari luar sama sekali sih.
c. Untuk fase hidup kami sekarang,
rasanya kami masih perlu bertetangga. Nggak yang sendirian banget kayak di
apartemen atau rumah gedong luar komplek. Tapi karena kami sekeluarga aslinya
introvert, jadinya males juga kalau harus yang sering2 ngumpul tetangga, apalagi
kalau komplek rumahnya besar gitu. Sebab kalau di rumah kan maunya istirahat ya.
Maka pilihan town house kecil buat kami udah paling tepat sih. Di blok aku cuma
ada 4 rumah, di blok sebelah 8 rumah, total jadi cuma 12 rumah (belakang
rumahku kosong pula). Tetangganya masih dapet, ngumpulnya juga ngga terlalu
sering. Paling silaturahmi pas Ramadhan dan rapat komplek aja.
3.
Lokasi.
Lahir dan gede di Jaksel, setelah nikah jadi warga Pondok Gede Bekasi itu ngga
enak. Makanya diniatin balik lagi tinggal di Jaksel. Meski ngga sestrategis
rumah mamaku di Mampang, enaknya lokasi rumahku yang sekarang ini alternatif
jalannya banyak. Jadi kalo jalur 1 macet, masih ada 4 jalur alternatif lainnya.
Dan aku sukanya lokasi rumah ini tuh ngumpet, dari jalan raya orang ngga bakal nyangka
ada townhouse di sana. Malah sering sopir taksi bingung, “Ini bener masuk
mobil?” HAHAHA. Padahal kalo udah masuk, jalannya lebar 6 meter. Sama seperti
rumah pertama, posisi rumah ini juga di jalan buntu. Senengnya jalan buntu
karena ya jadi ngga ada orang lalu lalang depan rumahku. Waktu cari2 rumah itu sebenarnya
targetku ada 3 lokasi:
a. Kemang. Ini jelas ya semacam ambisi
pribadi karena persoalan anak numpang renang di Kemang yang aku certain tadi,
hahaha. Buanyaakkk pilihan yang masuk kriteria dan terjangkau dengan budget
yang ada. Tapi ndilalah dikasih pertanda sama Tuhan, dalam seminggu itu aku 2 hari
berturut-turut kejebak macet selama 2 jam lebih di Kemang, padahal dengan rute
berbeda. Langsung ilfil dan bilang terimakasih ya Tuhan atas petunjukMu, bye
Kemang! HAHAHA.
b. Area Bidakara Pancoran. Ini
lebih karena deket ke kantor suami yang dulu masih di Kuningan, dan deket ke
rumah mamaku di Mampang. Udah sempet ngincer satu rumah baru di dalam townhouse
yang totalnya cuma 4 rumah. (Sampai sekarang rumahnya masih ada tuh diiklanin) Tapi
harganya 3 kali lipat dari harga rumah kami yang sekarang ini. Dan, 3½ tingkat.
Bayangin naik turunnya udah capek duluan, hahaha.
c. Permata Hijau. Ini karena deket
aja ke mana-mana dan masih masuk budget harga per meternya. Tapi susaaah
pilihannya sedikit banget, karena di sana kebanyakan rumah lama yang guede guedee.
Nemu satu yang cukup oke, TAPI ngga ada kolam renangnya. Ada lagi di Patal
Senayan, masih masuk budget sih. But again, 3 lantai, dan tanahnya lebih kecil dari
rumah pertama. Ngga jadi deh.
Bagaimana kisah mendapatkan
rumah ini? Apakah membangun from the scratch atau justru renov atau bagaimana?
Dan bagaimana proses membelinya? Hasil menabung sekian lama kah atau KPR atau
seperti apa? Terima kasih sebelumnya jika berkenan sharing kisah di balik layar
rumah hommey satu ini 😇🙏
Jadiii,
seperti yang sudah pernah aku ceritakan di Instagram story, judulnya rumah ini
adalah kompensasi atas batalnya keberangkatan ke Santorini untuk wedding anniversary,
hehehe. Harusnya berangkat Rabu, terpaksa dibatalin Senin, padahal udah dari
tahun sebelumnya direncanain. Penghiburanku supaya ngga terlalu sedih adalah dengan
lihat2 iklan rumaahhh. Sebelumnya dan sampai sekarang memang senang lihat2
iklan rumah, tapi pas lagi sedih itu makin rajin lagi, hahaha. Nah dari sekian
banyak iklan rumah yang dilihat, yang pertama kali disurvey adalah rumah ini.
Because at that time I thought, this must be too good to be true!
Rmhnya cozy n
cukup asri bgt..ada kolam renang, pohon pohon..idaman bgt nih.. Dulu beli jadi
atau desain sendiri mbak @nuniektirta ?
Daerah mn? Brp luasnya? Bertingkat ga?😁 byk ya pertanyaannya…🤗
Pertanyaannya
mostly sudah dijawab di atas yaa. Tapi aku mau bahas tentang luas tanah. Dari
lahir sampai TK, aku tinggal di rumah petak kontrakan daerah Karet Semanggi
(sekarang udah jadi lahan parkir Menara Mulia). Ukurannya jangan tanya, kecil
lah pokoknya. WC aja ngga ada, kalau mau buang air besar harus ke bilik WC umum
di atas Kali Krukut. Jadi dulu itu jeritan tengah malam yang paling mengerikan
buat papaku bukanlah suara kuntilanak, tapi suara: “Paa… Nie mau e’e.” HAHAHAHAHHAH.
Kemudian sejak aku kelas 1 SD sampai usia 25 (sebelum nikah), aku tinggal di
rumah hasil jerih payah mama papa di Mampang. Luas tanahnya itu 37,5 meter, ada
2 lantai jadi luas bangunannya sekitar 70 meterlah buat kami tinggali berlima. Lantai
pertama buat toko kelontong, ruang tamu, ruang makan, dapur dan kamar mandi.
Lantai kedua buat 2 kamar tertutup, 2 kamar terbuka, kamar mandi, balkon
sekaligus tempat jemur baju. Ada rooftop ala ala tempat alm. Papaku tanam2
sayuran. Jalan depan rumahnya cuma muat 1 motor lewat. Setelah aku dan kakakku
punya rumah masing2, mamaku bilang, “Rumah kakak luasnya dua kali rumah mama,
rumah Nie luasnya tiga kali rumah mama.” Oh iya, bener juga! Itu rumahku yang
pertama ya. Dan sekarang, di rumah yang kedua ini, luas kamar utamaku lebih luas
dari rumah papa mama. Bahkan area teras belakang dan kolam renang itu 2x dari
rumah mereka. Dan secara keseluruhan, luas bangunan rumahku sekarang 10x lipat
dari luas tanah mama papa. You do the math :)
Waktu belum punya rumah impian spti yg skg dimiliki, kak nuniek
dulu berharap n berdoa ingin punya rumah yg seperti apa? (maksdnya merancang
blue print nya gmn) : yg lokasinya di Mana, yg besarnya seukuran brp, yg Gaya
arsitektur gmn? YG desain interiornya seperti apa? Trs gmn Cara Tuhan menjawab
doa kak nuniek ttg Rumah impian ini Dan berapa lama kak nuniek menunggu doa
kakak dijawab Tuhan? Dan apa saja kenangan indah dan berharga yg sdh terjadi d
Rumah ini kak?
YES.
Doanya spesifik: mau rumah asri yang ada kolam renangnya. TAPI aku tuh salah
doa, waktu itu bilangnya: ngga apa2 kolam renangnya kecil yang penting bisa
berenang di rumah. EH BENERAN DIKASIH YANG
KOLAM RENANGNYA KECIL, LOL. #notetoself makanya lain kali kalo doa jangan nanggunglah,
hahahah. Nunggu doanya kejawab berapa tahun ya, aku lupa. Kayaknya anak pertamaku
kelas 1 SD waktu diajak mamaku numpang renang di Kemang itu. Sekarang dia kelas
2 SMP, dan waktu beli rumah ini dia kelas 6 SD. Tentang kenangan nanti jawabnya
terpisah ya.
Bagaimana history perjuangan dr rumah ini
mba?soalnya suasananya damai
Sudah
terjawab semua di atas yaa.
Bersambung: Bagian Kedua tentang Konsep, Desain, Dekorasi, Furnitur, Ruang, Perawatan
Bersambung: Bagian Kedua tentang Konsep, Desain, Dekorasi, Furnitur, Ruang, Perawatan
2 Comments
My inspiration... Semoga suatu saat saya bisa spt mba nuniek, bisa mewujudkan mimpi2 yg blm tercapai, aamiin
ReplyDeleteThank you for answering my question Mbak Nuniek...
ReplyDeleteBacanya buat terharu dan terinspirasi juga.
I wish to have a dream house too �� Pengen ngerasain yang namanya home sweet home