Skip to main content

Posts

Showing posts from January, 2016

Hipokrisi Kelas Menengah « Indoprogress

Hipokrisi Kelas Menengah « Indoprogress —– QUOTE —– “Lalu apa yang membikin kelas menengah Indonesia ini berlagak keingris-inggrisan (atau istilah seorang teman: keminggris) seperti itu? Dugaan saya adalah bahwa kelas menengah ini mengembangkan gaya berkomunikasinya sendiri. Fungsi dari menjadi keminggris dalam berbahasa ini adalah untuk memisahkan diri, menyekat (insulated), dan membedakan dari segmen sosial yang dianggap mengganggu, yakni para lumpenproletariat. Kelas menengah ini jelas tidak bisa hidup tanpa para lumpen. Merekalah yang menjadi pembantu, sopir, tukang kebun, tukang sayur, pedagang keliling, tukang pijit, tukang tambal ban, dan lain sebagainya, yang melayani kelas menengah ini. Sesungguhnya mereka sangat tergantung dari para lumpen ini. Lihatlah pada saat Lebaran ketika para lumpen ini mengambil cuti panjangnya. Betapa susahnya hidup tanpa dikelilingi lumpen ini. Namun pada saat yang bersamaan, para kelas menengah ini tidak mau disamakan d...
I am honored to be selected as one of #ETHOS2016 participants. With 30 participants from 6 countries, we’re going to learn about startups in Korea starting today to 2 weeks ahead. ETHOS is a World Bank Group initiative funded by  the Korea-World Bank Group Partnership Facility (KWPF) and implemented by SUNY Korea in collaboration with National IT Industry Promotion Agency (NIPA). ETHOS aims to enhance the development of ICT entrepreneurship in developing countries through transfer of technology, develop entrepreneurship skills, and strengthen capacity building to the participants from the developing countries. The night before I traveled to Korea, I already started to catch a cold. The night I was on the plane, I got awful throatsore. And the day I arrived at Incheon on Sunday morning, it was -2 degree with 27 km/hour wind that made it feels like -10. Last night I couldn’t sleep due to high fever and my room couldn’t get any warmer than 18 degree. My new Mongolian frie...

Why I Feel Fine Without Maid

Selama 25 tahun saya hidup tanpa pembantu. Sejak kecil, di keluarga saya semua tugas rumah tangga dikerjakan bersama-sama. Saya ingat waktu SD tugas saya tiap sore sebelum mandi adalah ngepel rumah. Upahnya 50 perak, yang biasanya saya pakai buat jajan wafer Superman. Kalau ditabung 2 hari, bisa beli Coklat Ayam :)) Setelah menikah, tetap nggak ada pembantu. Kami udah kayak main rumah-rumahan di rumah tante yang kebetulan udah nggak ditempatin. Pagi sebelum berangkat kerja bersama, saya buatin roti dan suami buatin minuman. Sorenya pulang bareng lagi, mampir dulu di warteg buat makan malem, tiap hari nyobain warteg di sepanjang jalan yang kita lewatin :D Masih inget banget excitednya pulang cepet buat nobar serial Desperate Housewives di TV sambil nyetrika baju di sofabed. Karena nggak ada AC di ruang tamu, jadi pakai kipas angin butut yang bunyinya krek krek kreekk. Pas hamil naik 24kg, saking kepanasan jadi tiap malem ngemil es batu dan bebas mondar mandir gak pake baju *oh plis jang...