Meet my super friend Carlos Collard.

First time I met him was on my birthday, 6 September 2013. We were in his hometown LA, when he hosted and greeted me and 5 IVLP delegates with: “Apa kabar?”

Our group was surprised. We’ve been to 5 states in US within 3 weeks and no one greeted in our language. He was the first -and probably the only one. When my friend told the room that it’s my birthday, he said, “Selamat ulang tahun”. He then treated all of us in Indonesian restaurant for my birthday!

A month after that he visited my hometown Jakarta, and I took turn to host him in my home with my family.

I took him to experience public transportations, tried local salon, visited Taman Mini, went to local market where he made his own kerak telor, went to my mom’s house where he tasted traditional herb drink (jamu) and learnt about pocong from wall’s grafitti and found the “real” version later on in Monas, lol.

When I told him earlier this year that there might be a chance I’m coming to SF with hubby this summer, he was so excited that he told me he’s going to book flight tomorrow. I said nooo, wait until my tickets are issued, coz it was still tentative, lol. But yeah, we did come and he did flew from LA to SF, had 2 days off only to host us in SF :)

He plans to visit Indonesia again soon and wants to visit my dad’s hometown in Bantul - Yogyakarta and my mom’s hometown in Bangka Island - Sumatera. We’ll see you soon in Indonesia, Carlos!

PS: Google his name and you’ll find his extraordinary childhood story in LA Times :)) 

Bukber di Hongkong Cafe

Ikut suami memenuhi undangan buka puasa bareng partner Tiket.com di Hongkong Cafe hari Jumat lalu.

Suami: “Maaf saya ajak istri karena hari Jumat jadwalnya kita pacaran seharusnya.”

Partner: “Wah maaf nih jadi mengganggu acara pacarannya!”

Suami: “Nggak apa2 kan kita bisa pacaran di sini juga hehehhehe.”

Istri “Malah seneng kok Pak makan2”

#eh #mureh #gratisan #lol #emangkalopacarannggakmakan?

Yang benernya, seneng makan2 sambil ngobrol2 sama kenalan baru, nambah networking dan peluang kerjasama :))

Namanya Pak Achmad. Jualan asinan buah, per bungkus 10ribu rupiah. Saya melihatnya sedang beristirahat di pos pinggir jalan Tegal Parang.

Saya tanya, apa tiap hari jualan di sana. Dia bilang, biasanya mangkal di Trans TV. Saya tanya lagi, apa kuat jalannya. Dia cuma bilang, kuat pelan2.

Usianya sudah renta. Saya perkirakan 70-80an. Jalannya sudah membungkuk. Saat melayani saya beli pun, geraknya sangat lambat. Kasihan.

Kalau kamu di seputaran Tegal Parang dan bertemu bapak ini, tolong beli dagangannya ya. Dengan kondisinya dia bisa saja minta2, tapi dia memilih untuk tetap berusaha.

Jumat, 17 Juni 2016 #backdate #latepost
Nuniek Tirta - mamam asinan buah

Solo traveling ke Malang hari ini diawali dengan sowan ke tempat Mbak Lettisa Dyah Sukma Wardhani langsung setelah mendarat jam 9 pagi di Bandara Abdulrahman Saleh, Malang.

Kenal Mbak Tisa ini persis di awal Ramadhan tahun lalu, dikenalin Mbak Indah Ariani. Waktu itu aku cari fotografer profesional untuk candid aku dan keluarga saat jalan2 ke Kota Batu.

Alasannya waktu itu sederhana: males foto2 sendiri. Karena suami ga terlalu hobi. Untung ada Mbak Tisa, jadi hasil jalan2 keliling Jatim Park Group terdokumentasikan dengan indah 😊

Mbak Tisa ini sangat ramah dan easy going and can get along with my kids. Jadi setelah kerjaan selesai kita tetap keep in touch sampai sekarang, apalagi kalau aku ke Malang.

Hari ini, aku diajak keliling rumah sekaligus studio fotonya yang terletak di Jl. DI Pandjaitan, persis di sebelah pintu masuk Universitas Brawijaya, berdiri di atas tanah seluas 800 m2 sejak tahun 1950an!

Bersama temannya yang datang dari Surabaya, aku diajak makan siang bakso malang Mas Gun di Jl. Kawi. Udah dari Jakarta nih ngidammya, maklum saya kan #baksomalangjunkie 😋

Dari sana mampir ke rumah opanya di perempatan jalan Brigjen Katamso. Rumah tua itu dulunya adalah pabrik sekaligus toko roti. Sayang harus tutup sejak 2008 karena tidak ada yang meneruskan bisnisnya.

Ternyata opanya sedang makan siang dengan teman2nya di restoran Raja Raja dan kami pun diajak gabung ke sana. Setelah kekenyangan bakso malang, masih bisa nyemil kerang 😁

Jangan dikira nongkrong dengan opa2 ini garing, karena mereka nyentrik dan kocak abis! Saya ngakak berkali2 denger cerita2 mereka. Dari soal jajanan sampai bypass dan bor otak 😂

“Umur segini tuh bonus. Mau mati sekarang apa besok sama saja. Gak pusing lagi mikirin kolesterol. Apa itu kolesterol?” ~ Opa nyentrik yang pernah koma lama (usia 76 tahun)

Thank you Tisa for today! 😘

Minggu, 5 Juni 2016
Nuniek Tirta Sari ~ #MalangTrip

Kenalkan, ini kawan kami Pak Rusen Magayang yang berasal dari suku Kimyal, Papua, yang tinggal di lereng pegunungan Jayawijaya. Perjuangannya untuk mengikuti Kuliah Konseling bersama kami di Jakarta sangat luar biasa.
Bayangkan, ia harus berjalan...

Kenalkan, ini kawan kami Pak Rusen Magayang yang berasal dari suku Kimyal, Papua, yang tinggal di lereng pegunungan Jayawijaya. Perjuangannya untuk mengikuti Kuliah Konseling bersama kami di Jakarta sangat luar biasa.

Bayangkan, ia harus berjalan kaki selama 2 HARI dari tempat tinggalnya di pelosok untuk mencapai kabupaten yang berjarak 60-80km, melewati hutan, lembah, sungai dan pegunungan, menembus hujan dan teriknya matahari. Semua ditempuh tanpa menggunakan alas kaki. Ditemani oleh sang istri.

Setelah mencapai kabupaten, mereka menginap di sana sebelum meneruskan perjalanan panjang menuju Jakarta dengan menumpang pesawat sebanyak 4 kali! Ya, 4 kali: 2 pesawat di Papua, 1 pesawat transit ke Makassar, 1 lagi pesawat tujuan Jakarta.

Berapa biayanya? Mencapai 10 juta. Berapa lamanya? Mencapai 3 minggu. Tak heran ia terpaksa terlambat 1 semester karena beberapa mata kuliah tidak dapat dihadiri dikarenakan kendala2 itu tadi. (Tapi saya senang karena itu berarti ia akan sering ikut di kelas kami)

“Kalau di Jakarta saya pernah jalan dari Fatmawati sampai Salemba sini, pernah juga dari Slipi. Tidak begitu terasa, sebab di sini jalanannya rata saja.”, ceritanya dengan ceria sambil tersenyum lebar memperlihatkan giginya yang putih cemerlang.

Mendengarnya, saya seperti tertampar bolak balik. Rasanya malu sekali saya sebagai kaum urban begitu mudahnya mengeluh. Saat harus duduk diam di dalam mobil ber-AC ketika terjebak kemacetan. Saat harus menaiki anak tangga untuk mencapai ruang kelas di lantai 4. Saat harus panas2an menyeberangi jalan. Saat harus terkena gerimis ketika lupa bawa payung. Saat… Ah, sudahlah.

Terima kasih Pak Rusen. Semoga Tuhan selalu memberkati Bapak, istri & keluarga, pelayanan bapak, dan Lembaga Peduli Konseling Papua yang baru saja bapak dirikan. Salam konseling!

PS: Untuk mengetahui lebih banyak tentang Suku Kimyal, silakan baca di sini :

http://id.m.wikipedia.org/wiki/Suku_Kimyal

Dan tonton juga video yg mengharukan ketika suku Kimyal menerima alkitab terjemahan berbahasa Kimyal oleh misionaris dari Amerika:

http://youtu.be/w9dpmp_-TY0