Soal Melangsing, Melebar ke Samping, dan Verbal Bullying

Soal Melangsing

image


Kapan itu saya bertemu dengan ibu dari teman sekolah anak saya yang dulu. Kami saling bertukar kabar, dan mengupdate perkembangan anak2.

Ibu yang sebenarnya nice itu kemudian berkomentar, di depan anaknya dan anak saya juga: 


“Anakmu badannya jadi bagus ya, tinggi. Dulu kan gendut. Kalau anakku malah tambah gendut gak karuan tuh, makannya aja sebakul." 


Saya setengah terperanjat mendengarnya, but manage to keep calm. Saya coba mencerna perkataannya dengan jernih tanpa distorsi persepsi. Tapi sulit.. 


Oke, ibu itu memuji perkembangan badan anak saya yang melangsing. Tapi kemudian ia membandingkan dengan anaknya yang doyan makan sehingga badannya tidak melangsing. 


DAN, itu dikatakan tepat di depan muka anaknya yang terlihat sangat malu hingga wajahnya merah padam. Sungguh, rasanya saya ingin sekali memeluk anaknya itu.. 


Lain waktu, ada pula seseorang yang berkomentar tentang badan anak saya yang melangsing. "Kamu kok jadi kurus banget? Gak dikasih makan ya sama ibumu?”


Oke, mungkin maksudnya becanda. Tapi apa pantas? Apalagi ia berbicara pada anak2, yang secara umum kemampuan mencerna perkataan antara serius atau becanda itu terbatas.  


Apa perlu saya jelaskan bahwa anak2 melangsing setelah berhenti mengkonsumsi susu bayi dan masuk SD yang jam belajarnya 2-3x lipat dari jam belajar waktu TK? Tidak. 


Jadi biasanya, jika ada yang mengomentari badan anak2 saya yang tinggi melangsing, saya tanggapi saja begini (dan saya ajarkan ke anak saya juga): 


“Yang penting sehat dan nggak sakit2an. Lagian pertumbuhan yang benar memang ke atas, bukan ke samping atau ke depan.”

Soal Melebar ke Samping

image

[Ket. foto: diambil hari Rabu 14 Oktober 2015 di 3 Princess Hotel Bali] 


Sebelum menikah, berat badan saya hanya 42kg, pernah paling kurus 39kg dan paling berat mentok 45kg. Begitu hamil melambung naik 24kg jadi 66kg. Setelah melahirkan dan menyusui anak kedua lumayan menyusut sampai 48kg. Sekarang, nggak jauh2 dari angka 50-55kg :D 


Sebenernya dengan tinggi 155cm, berat segitu masih termasuk ideal cenderung kurus sih. Tapi mungkin karena orang2 membandingkannya dengan berat badan saya waktu masih single, di mata mereka ya saya gendutan. So komentar soal perubahan berat badan sering banget saya dengar, dari yang paling halus sampai yang paling “nggak pakai mikir”… 


“Wah ‘segeran’ ya sekarang..”

“Kamu jadi gemuk banget sih?" 

"Hati2 ntar jadi kayak Atun lo!”

“Awas ntar suaminya direbut sama yg langsing” (as if my hubby is that low)


Lucunya, tidak sedikit dari mereka yang komentar, berat badannya justru tidak lebih ideal dari saya. Masa sih saya harus gotong2 cermin untuk membungkam mereka? Ga perlu lah ya :)) 


Well well, selama tidak ada keluhan kesehatan yang diakibatkan oleh kelebihan berat badan saya, selama saya nyaman dengan tubuh saya, selama suami juga tidak keberatan dengan berat badan saya, tidak masalah. 


Yang masalah adalah kalau kita terus tergerus oleh komentar orang2 yang sampai kapanpun tidak akan pernah berhenti berkomentar, mau itu bagus atau jelek, dipikirin atau nggak, yang penting ada “bahan omongan”. Yang melangsing dibilang nggak dikasih makan, yang menggendut dibilang nggak bisa kontrol nafsu makan. Bla bla bla 😛


Soal Verbal Bullying 

Saya yakin, saya tidak sendirian menghadapi komentar-komentar seperti di atas. Coba saja kalau datang kondangan atau arisan, biasanya ada saja yang iseng nyeletuk: “Hai, apa kabar? Wah gendutan/kurusan ya lo sekarang”… as if it’s the new hello. 

Mengomentari berat badan seseorang, sehalus apapun itu, sesungguhnya sudah termasuk dalam verbal bullying, dan banyak dari kita (termasuk juga mungkin saya sendiri) sering melakukannya, baik secara sadar maupun tidak. 

Efeknya tentu berimbas pada konsep diri orang yang dibully, jika ia tidak memiliki konsep diri yang baik dan benar maka ia akan “menyetujui” apa yang dikatakan oleh pembully, dan pada akhirnya merugikan dirinya sendiri. 

Kita sebagai orangtua sering gembar gembor soal bullying, saat mencari sekolah anak2 salah satu kriterianya adalah yang anti bullying, kalau baca berita soal bullying langsung marah. Tapi mari tanyakan pada diri sendiri: sudahkah kita menerapkan anti-bullying, setidaknya di dalam keluarga sendiri?  

Senin, 19 Oktober 2015

Nuniek Tirta ~yg juga pernah dibully dan pernah khilaf membully~