[gallery]

PERCERAIAN

Setiap pasangan menikah pasti mendambakan pernikahan yang langgeng hingga akhir hayat, sesuai dengan janji mereka di hadapan Tuhan.Namun dalam perjalanannya, tidak selamanya impian itu berjalan sesuai kenyataan. Ada beragam kenadala yang dapat membuat pasangan menikah kemudian memutuskanuntuk bercerai.

Di Indonesia, Kementrian Agama dalam pernyataantertulis pada tahun 2014 mengungkapkan, angka perceraian sudah mencapai 354ribu dalam setahun. Angka perceraian tersebut sudah melampaui 10% dari jumlahpernikahan setiap tahunnya. Ini berarti, 1 dari 10 pernikahan di Indonesia berakhir
dengan perceraian
.

Menurut data BKKBN pada tahun 2013, angka perceraian
di Indonesia merupakan yang tertinggi di Asia-Pasifik
. Sekitar 80% perceraian
terjadi di usia rumah tangga muda yakni di bawah 5 tahun. Data tersebut juga
memperlihatkan bahwa 70% gugat cerai diajukan oleh pihak istri, dengan alasan tertinggi ketidakharmonisan. 

Namun data tersebut memiliki tingkat deviasi tinggi. Mengapa? 

Karena ternyata, dalam hukum pengadilan agama, jika istri mengajukan gugat cerai dan suami selaku tergugat sama sekali tidak pernah datang ke pengadilan, maka dalam 2x sidang saja gugatan cerai dapat dikabulkan. Ini disebut putusan verstek berdasarkan Pasal 125 HIR. Jika suami tidak mengajukan upaya banding terhadap putusan verstek itu, maka putusan tersebut dainggap sebagai putusan yang berkekuatan hukum tetap. 

Lain halnya jika suami hadir di pengadilan, prosesnya lebih lama karena harus menjalani mediasi dan sanggahan delik aduan. Tergantung beratnya kasus, rata-rata prosesnya memakan waktu 3 bulan dengan 6x persidangan. Sedangkan jika suami yang menggugat, prosesnya akan lebih lama lagi, bisa 6 bulan lebih. 

Celah inilah yang sering “dimanfaatkan” oleh pasangan yang memang sudah memutuskan untuk bercerai. Demi alasan kepraktisan, mereka sepakat untuk mengajukan gugat cerai dari pihak istri, dan suami tidak akan datang ke pengadilan. Dengan demikian, prosesnya tidak bertele-tele, hanya dengan 2x persidangan dalam tempo kurang lebih sebulan, putusan sudah bisa dijatuhkan. 

Saya mendapatkan “pengetahuan” ini dari pengalaman saya mendampingi sekaligus mengkonseling seseorang yang selama 2 tahun ini telah berjuang mempertahankan pernikahannya, namun kandas juga karena pihak ketiga. Kemarin saya seharian di Pengadilan Agama untuk menemani sekaligus menjadi saksi dalam sidang perceraiannya. 

“Gue nggak tau deh ini harus seneng apa sedih.” ucapnya sambil nyengir di dalam ruang sidang, sesaat setelah hakim menjatuhkan putusan. Saya pun tak tahu apakah harus mengucapkan selamat atau turut berduka. Yang jelas, ini adalah babak baru dalam kehidupannya, yang semoga menuju ke arah yang lebih baik lagi. 

Semoga ia diberikan kekuatan untuk menjelaskan kepada anak-anaknya yang masih kecil, diberikan kesabaran untuk mengumumkan kepada keluarga dan orang-orang terdekatnya, diberikan keikhlasan untuk melepaskan apa yang kini bukan lagi miliknya, dan diberikan kemampuan untuk bertahan secara  finansial setelah bercerai. Amin. 

Kamis, 26 Februari 2015 
@Nuniek
Tirta Ardianto 

Post a Comment

0 Comments